Ubah sikapmu pada dirinya

Mungkin saja, ada salah satu sikapmu yang mendorongnya untuk berbohong. Misalnya, kamu bersikap nggak menyukai teman-temannya dan berharap suami nggak bermain lagi dengan mereka. Karena itu, suami melakukan kebohongan demi dapat menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Di sisi lain, ia berbohong untuk menjauhi masalah darimu.

Karena itu, mengubah sikapmu padanya dapat menjadi salah satu solusi untuk menyudahi kebohongan yang suami lakukan. Suami boleh saja nggak jujur tentang hal ini. Nggak ada salahnya untuk menanyakan jika ada sikapmu yang kurang berkenan di hatinya.

Suami suka bohong sudah pasti adalah hal yang menyebalkan untuk istri, ya? Menyembunyikan sesuatu saja sudah membuat kesal, apalagi sampai harus berbohong atau nggak mengatakan hal yang sebenarnya. Bukankah seharusnya dalam hubungan, terutama pernikahan, nggak boleh ada kebohongan di antara kamu dan dia?

Apa yang menyebabkan pasangan berbohong padamu? Apa ciri-cirinya saat suami berbohong padamu? Bagaimana pula mengatasinya? Simak selengkapnya di artikel ini.

Menyampaikan perasaan dan pikiranmu dengan jelas

Setelah mendengarkan alasannya, kamu perlu menyampaikan perasaan dan pikiranmu sejelas-jelasnya. Kalau bisa, dengan nada bicara yang nggak meninggi karena hal itu dapat memengaruhi situasi diskusi di antara kalian. Kamu harus menyampaikan perasaanmu terhadap sikapnya yang nggak jujur dan mengungkapkan pikiranmu sejelas-jelasnya.

Jika kamu dapat menerima dan memaafkan kebohongannya, lalu ada beberapa hal yang perlu ia lakukan untuk menyelamatkan hubungan atau mengembalikan rasa percayamu padanya, katakan hal-hal itu kepada suamimu. Berikan kesempatan kedua untuknya. Namun, jangan memberikan kesempatan itu untuk ketiga maupun keempat lainnya.

Minta ia untuk nggak berbohong lagi

Katakan pada suami kalau kamu nggak ingin kebohongan ini terjadi lagi. Juga, katakan padanya kalau kamu nggak akan bisa menerima maafnya lagi jika ia mengulanginya. Dengan begitu, suami tahu jika kamu nggak bermain-main dengan kesempatan kedua yang dirimu berikan padanya.

Selain itu, kamu perlu merealisasikan ucapanmu ketika pasangan mengulangi kebohongannya. Kamu perlu membuat keputusan penting terhadap rumah tanggamu ketika suami kembali suka berbohong.

Kebohongan mungkin terlihat sebagai sebuah kesalahan kecil. Terlebih jika berbohong itu dilakukan demi kebaikan. Namun bohong tetaplah bohong. Hal kecil itu akan berdampak besar dalam hubungan, terutama dalam berumah tangga. Suami suka bohong tentu akan melukai perasaan istri dan merusak pondasi cinta dalam rumah tangga. Namun sebelum memutuskan untuk menyalahkan, dengar dahulu alasan di balik kebohongan yang ia lakukan. Lalu, tentukan sikap terbaik untuk menyelesaikan masalah kebohongan ini dalam hubungan.

Pada dasarnya, manusia cenderung merasa tidak nyaman dengan kebohongan. Kebohongan, seperti yang dilakukan oleh pasangan suami dan istri, tentu saja bisa menimbulkan luka hati selain dapat merenggangkan hubungan keduanya.

Namun, dalam kehidupan sehari-hari, sering ditemui fenomena suami berbohong kepada istri seperti memberikan pujian yang tidak sepenuhnya jujur mengenai kualitas masakan yang dimasak oleh istri. Bohong ini dilakukan oleh suami untuk menyenangkan hati sang istri dan menghargai usaha yang telah dilakukannya. Contoh lain adalah seperti suami memuji kecantikan istri untuk meningkatkan suasana hati pasangannya.

Lantas, bolehkah suami berbohong demi menyenangkan hati istri?

Dalam Islam, berbohong dikategorikan sebagai perbuatan dosa besar yang harus dijauhi oleh setiap orang. Meski demikian, terdapat beberapa pandangan yang memberikan pengecualian terhadap larangan berbohong terutama dalam situasi darurat yang mengharuskan tindakan tersebut.

Ada beberapa kondisi di mana berbohong dibolehkan. Misalnya, tatkala seseorang ingin mendamaikan orang yang berselisih, atau suami-istri berbohong untuk menjaga hubungan mereka. Selain itu, dalam perang pasukan juga diperbolehkan untuk berbohong demi mengelabui musuh. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits:

لَا يَحِلُ الْكَذِبُ إِلاَّ فِيْ ثَلَاثٍ: يُحَدِّثُ الْرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيْهَا، وَالْكَذِبُ فِيْ الْحَرْبِ، وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ الْنَّاسِ

Artinya: “Tidak halal (tidak boleh) berbohong kecuali dalam tiga kondisi: (Bohong) seorang suami yang berbicara kepada istrinya untuk menyenangkannya, bohong dalam peperangan dan bohong untuk mendamaikan manusia (yang berselisih).” (H.R. At-Tirmidzi)

Berdasar pada hadits ini, para ulama kemudian menyatakan bahwa perbuatan bohong yang dilakukan suami demi menyenangkan hati istri dan menjaga ikatan rumah tangga hukumnya diperbolehkan. Hal ini sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari (wafat 987 H) dalam kitabnya:

فَائِدَةٌ: الْكَذِبُ حَرَامٌ وَقَدْ يَجِبُ كَمَا إِذَا سَأَلَ ظَالِمٌ عَنْ وَدِيْعَةٍ يُرِيْدُ أَخْذَهَا فَيَجِبُ إِنْكَارُهَا وَإِنْ كَذَبَ وَلَهُ الْحَلْفُ عَلَيْهِ مَعَ التَّوْرِيَةِ وَإِذَا لَم يُنْكِرْهَا وَلَمْ يَمْتَنِعْ مِنْ إِعْلَامِهِ بِهَا جُهْدَهُ ضَمِنَ وَكَذَا لَوْ رَأَى مَعْصُوْمًا اِخْتَفَى مِنْ ظَالِمٍ يُرِيْدُ قَتْلَهُ وَقَدْ يَجُوْزُ كَمَا إِذَا كَانَ لَا يَتِمُّ مَقْصُوْدُ حَرْبٍ وَإِصْلَاحِ ذَاتِ الْبَيِّنِ وَإِرْضَاءِ زَوْجَتِهِ إِلَّا بِالْكَذِبِ فَمُبَاحٌ

Artinya: “Faidah: Berbohong adalah haram, namun terkadang bisa menjadi wajib seperti ketika seorang zalim bertanya tentang suatu harta titipan yang ingin diambilnya, maka wajib untuk mengingkari adanya harta tersebut meskipun dengan berbohong, dan boleh untuk bersumpah demi kebohongan tersebut dengan menggunakan mekanisme tertentu. Jika seseorang tidak menolak dan tidak berusaha semaksimal mungkin untuk menyembunyikannya, maka ia berkeharusan untuk mengganti rugi. Demikian pula, jika seseorang melihat orang yang terjaga (iman) yang bersembunyi dari seorang zalim yang hendak membunuhnya, maka hal itu bisa dibolehkan. Terutama jika tujuan perang, perdamaian, atau menyenangkan istri tidak dapat dicapai kecuali dengan berbohong, maka hal tersebut hukumnya diperbolehkan.” (Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fath Al-Mu’in Bi Syarh Qurrah Al-Ain Bi Muhimmat Ad-Din [Beirut: Dar Ibn Hazm], vol. 1, h. 442)

Kendati dalam situasi tertentu berbohong dibolehkan, akan tetapi suami perlu ingat bahwa kebiasaan berbohong tidak boleh dijadikan sebagai kebiasaan karena dapat merusak terhadap kepercayaan dalam sebuah hubungan. Oleh karena itu, tindakan berbohong tidak dapat dilakukan secara sembarangan.

Imam Al-Ghazali (wafat 505 H) telah menetapkan tiga batasan khusus terkait kondisi di mana kebohongan dapat dibenarkan:

الْكَلَامُ وَسِيْلَةٌ إِلَى الْمَقَاصِدِ فَكُلُّ مَقْصُوْدٍ مَحْمُوْدٍ يُمْكِنُ الْتَّوَصُلُ إِلَيْهِ بِالْصِّدْقِ وَالْكَذِبِ جَمِيْعًا فَالْكَذِبُ فِيْهِ حَرَامٌ وَإِنْ أَمْكَنَ الْتَّوَصُلُ إِلَيْهِ بِالْكَذِبِ دُوْنَ الْصِّدْقِ فَالْكَذِبُ فِيْهِ مُبَاحٌ إِنْ كَانَ تَحْصِيْلُ ذَلِكَ الْقَصْدُ مُبَاحًا وَوَاجِبٌ إِنْ كَانَ الْمَقْصُوْدُ وَاجِبًا

Artinya: “Bahasa merupakan perantara untuk mencapai tujuan. Setiap tujuan yang baik dapat dicapai melalui ucapan yang jujur maupun bohong. Namun, berbohong tetap diharamkan apabila tidak ada kebutuhan yang mendesak. Bila suatu tujuan mulia dapat tercapai melalui kebohongan, dan tidak dapat dicapai melalui kejujuran, maka kebohongan tersebut dapat dibenarkan asalkan tujuan akhirnya juga benar, bahkan menjadi wajib jika tujuan tersebut merupakan suatu kewajiban.” (Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali At-Thusi, Ihya Ulumiddin [Beirut: Dar Al-Ma’rifah], vol. 3, h. 137)

Batasan-batasan yang telah dijelaskan menunjukkan bahwa kebohongan dapat dibenarkan untuk mencapai tujuan yang mubah asalkan tujuannya itu tidak dapat dicapai melalui kejujuran. Lebih lanjut, jika tujuan yang ingin dicapai merupakan kewajiban dan tidak dapat terpenuhi tanpa kebohongan, maka kebohongan tersebut menjadi wajib.

Imam An-Nawawi (wafat 676 H) kemudian menambahkan beberapa syarat tambahan sebagai berikut:

يَنْبَغِيْ أَنْ يُقَابِلَ بَيْنَ مَفْسَدَةَ الْكَذِبِ وَالْمَفْسَدَةِ الْمُتَرَتَّبَةِ عَلَى الْصِّدْقِ، فَإِنْ كَانَتْ الْمَفْسَدَةُ فِيْ الْصِّدْقِ أَشَدُّ ضَرَرًا، فَلَهُ الْكَذِبُ، وَإِنْ كَانَ عَكْسُهُ، أَوْ شَكَّ، حَرُمَ عَلَيْهِ الْكَذِبُ، وَمَتَى جَازَ الْكَذِبُ، فَإِنْ كَانَ الْمُبِيْحُ غَرَضًا يَتَعَلَّقُ بِنَفْسِهِ، فَيُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَكْذِبَ، وَمَتَى كَانَ مُتَعَلِقًا بِغَيْرِهِ، لَمْ تَجُزْ الْمُسَامَحَةُ بِحَقِّ غَيْرِهِ، وَالْجَزْمُ تَرْكُهُ فِيْ كُلِّ مَوْضِعٍ أُبِيْحَ، إِلَّا إِذَا كَانَ وَاجِبًا

Artinya: “Seyogyanya dilakukan perbandingan antara keburukan dari berbohong dan keburukan yang timbul akibat berkata jujur. Jika keburukan dari berkata jujur lebih besar, maka diperbolehkan untuk berbohong. Namun, jika sebaliknya atau terdapat keraguan, maka berbohong tersebut menjadi haram. Lalu kapan berbohong diperbolehkan? Jika tujuannya hanya untuk kepentingan pribadi dan tidak melibatkan hak orang lain, maka sebaiknya tetap hindari kebohongan. Namun, jika berkaitan dengan hak orang lain, jangan mempermudah kebohongan yang menyentuh hak mereka. Tetaplah berpegang teguh untuk tidak berbohong pada hal-hal yang hanya mubah, tetapi jika berhubungan dengan hal yang wajib, maka berbohong hukumnya diperbolehkan.” (Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkar An-Nawawi [Beirut: Dar Al-Fikr], h. 378)

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa hukum seorang suami berbohong kepada istrinya dalam kondisi tertentu, misalnya untuk menyenangkan hati istri atau menjaga keharmonisan rumah tangga adalah diperbolehkan. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa tindakan berbohong ini hanya dibenarkan dengan batasan dan dalam situasi-situasi khusus serta tidak boleh dijadikan sebagai suatu kebiasaan.

Tentukan reaksi yang ingin kamu tunjukkan

Setelah merasa lelah dengan kebohongannya, kamu harus menghadapinya dengan mempertanyakan sikapnya tersebut. Namun sebelumnya, kamu harus mempersiapkan diri saat mendengarkan alasan dari kebohongannya itu. Sebab boleh jadi, kamu akan merasa marah dan bersikap di luar kendali ketika ia mengungkapkan kebenaran. Lalu hal tersebut akan mengubah diskusi menjadi perdebatan tanpa jalan keluar.

Kamu harus mempersiapkan diri untuk mendengarkan kebenaran di balik kebohongannya, dan kamu perlu mempersiapkan diri untuk membuat keputusan yang sulit untuk menyudahi kebohongannya itu.

Membuat batasan toleransi

Menghadapi satu kebohongan mungkin masih bisa kamu lakukan. Namun bagaimana jika suami suka berbohong berkali-kali? Tentunya, kamu memiliki batasan dalam mentoleransi kebohongan yang ia lakukan. Ketika kebohongan yang suami lakukan sudah melewati batas kesabaran, kamu akan marah dan mempertanyakan sikapnya tersebut. Kamu pun akan menanyakan kelanjutan dari hubungan rumah tangga kalian.

Jika belum memiliki batasan toleransi, buat untuk dirimu sendiri. Kebohongan bukan sesuatu yang baik untuk kamu terima dan abaikan begitu saja. Karena kebohongan tersebut akan berdampak pada hubungan kalian. Tentukan batasanmu, sampai kapan dan sejauh mana kamu mau menerima kebohongan dia?

Ciri-ciri suami bohong

Sebenarnya, ada beberapa ciri yang ditunjukkan suami saat ia berbohong pada kamu. Mulai dari perubahan sikap, bahasa tubuh, sampai dengan perkataan yang ia ucapkan. Melansir dari Insider, ini ciri-ciri suami sedang berbohong.

Cara menghadapi suami suka bohong

Mungkin suami berbohong demi kebaikan, mungkin juga berbohong untuk menutupi kesalahan yang pernah ia lakukan. Namun tetap saja, berbohong adalah sebuah tindakan yang dapat melukai perasaan dan merusak kepercayaan. Lalu, apa yang harus kamu lakukan untuk menghadapi suami suka bohong?

Penyebab suami suka bohong

Pada dasarnya, ada banyak alasan yang mendorong seseorang berbohong pada orang yang ia sayangi. Melansir dari Psychology Today, alasan tersebut bervariasi, mulai dari nggak ingin menyakiti atau melukai perasaan orang lain, ingin menjaga persepsi orang lain pada dirinya, menjaga atau meningkatkan statusnya di hadapan orang lain, atau ingin mengendalikan seseorang.

Seorang suami suka berbohong boleh jadi karena ia telah membuat kebohongan kecil dan ingin menutupinya. Melansir dari Stronger Marriages, alasan lain yang mendorong suami berbohong pada istrinya adalah karena ia nggak ingin terlihat lemah dan takut kehilangan pasangannya. Padahal, berbohong dapat merusak kepercayaan istri pada suaminya. Bukan nggak mungkin jika sang istri akan meninggalkan pasangannya ketika sering dibohongi dalam rumah tangga.